Jumat, 27 Februari 2015

Cara memasang Paving Block yang benar

Bulan Januari, awal tahun 2013 disaat semua pekerjaan kantor sudah terealisasi maka tiba saatnya memenuhi permintaan dari beberapa sahabat untuk menuliskan cara pemasangan paving block yang benar sehingga terwujudnya struktur pasangan yang baik dan awet (durable). Seperti yang pernah saya tuliskan sebelumnya tentang paving block, kali ini tentang bagaimana memasang paving block tersebut.
Berdasarkan SNI 03-2403-1991 tentang Tata Cara Pemasangan Blok  Beton Terkunci untuk Permukaan Jalan, secara umum yang dimaksud dengan pekerjaan blok beton terkunci ( paving blok ) adalah pemasangan paving baru, bongkaran paving lama, perataan / leveling tanah dasar bawah lapisan pasir, penyediaan alat bantu, bahan, tenaga kerja dan uji laboratorium dipandang perlu untuk mengetahui mutu kuat tekan (kelas paving block). Pada proyek atau kegiatan yang berada di lingkungan pemerintahan, contoh paving block  yang dipergunakaan harus diserahkan kepada Pengawas dan Direksi Teknis untuk disetujui terlebih dahulu sebelum didatangkan ke lokasi kegiatan.
Pengiriman dan Penyimpanan
Semua bahan harus disimpan dengan baik dari kerusakan pada saat pengiriman unit – unit paving blocks dijaga agar tidak terjadi retak, patah dan rusak pada sudut, tepi/lingir, dan bersih.
Penyiapan bahan akan membantu pelaksanaan pekerjaan ini agar lancar dan ekonomis, ikhwal yang berkaitan dengan pekerjaan ini adalah  sebagai berikut :
  • Penempatan material block terkunci ( paving block ), pasir alas, pasir pengisi harus dekat dengan lokasi pemasangan, bilamana paving blok disimpan secara bertumpuk maka tinggi penumpukan jangan terlalu tinggi, maksimal 1,5 m;
  • Pengadaan peralatan , bahan dan tenaga kerja harus sesuai dengan volume pekerjaan;
  • Untuk menghindari genangan air di musim hujan agar dibuatkan saluran sementara;
  • Plastik digunakan untuk penutup paving blok yang sudah terpasang tetapi belum sempat terisi dengan pasir pengisi.
Peralatan dan Bahan
Peralatan utama yang diperlukan dalam pelaksanaan pemasangan blok beton terkunci ( paving block ) adalah :
  • Benang kasur atau benang Plastik ;
  • Sapu lidi;
  • Sikat ijuk;
  • Gerobak barang seperti yang dipakai untuk mengangkut pasir ;
  • Lori dengan bangku kayu;
  • Alat potong block mekanis atau hidrolis;
  • Waterpass atau selang plastik transparan;
  • Palu kayu;
  • Pemadat pengetar ( vibro compactor );
  • Potongan-potongan besi beton yang ujungnya telah dibuat pipih untuk membantu menggeser-geserkan blok pada waktu penyesuaian celah;
  • Jidar kayu panjang 2-3 m.
Bahan
Klasifikasi Blok Beton terkunci ( paving block ) didasarkan atas bentuk, ketebalan, kekuatan dan warna
  • Klasifikasi berdasarkan bentuk
Bentuk paving blcok beton terkunci secara garis besar terbagi atas 2 macam, yaitu block beton terkunci bentuk segi empat dan segi banyak. Dari segi permukaan atas, semua block beton terkunci harus berpinggul dan pada tepi susunan block terkunci biasanya ditutup dengan  pasak yang berbentuk topi uskup.
  • Klasifikasi berdasarkan ketebalan
Ketebalan block beton terkunci ada 3 macam yaitu
a.  ketebalan 60 mm;
b.  ketebalan 80 mm;
c.   ketebalan 100 mm.
Pemilihan bentuk dan ketebalan dalam pemakaian harus disesuaikan dengan rencana penggunaannya, dalam hal ini juga harus diperhatikan kuat tekan block tersebut.
  • Klasifikasi berdasarkan kekuatan
Pembagian kelas paving block beton berdasarkan mutu betonnya adalah :
a.  mutu beton fc’ 37,35 MPa
b. mutu beton fc’ 27,00 MPa
  • Klasifikasi berdasarkan warna
Warna yang tersedia dilapangan antara lain abu-abu, hitam, dan merah. Bloak yang berwarna kecuali untuk menambah keindahan juga dapat digunakan untuk memberi batas pada perkerasan seperti tempat parkir, tali air, dan lain-lain.
Pelaksanaan Pekerjaan
          Pelaksanaan pemasangan paving blok dibagi dalam beberapa tahap, seperti dibawah ini :
Pekerjaan Persiapan
1.1  Pemeriksaan Pondasi
Sebelum pelaksanaan pemasangan paving bloak perlu dilakukan pemeriksaan terhadap pondasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
  • Permukaaan pondasi yang berhubungan dengan pasir alas harus rata, tidak bergelombang dan rapat; pasir alas tidak boleh digunakan untuk memperbaiki ketidak-sempurnaan pondasi.
  • Permukaan pondasi untuk jalan kendaraan harus mempunyai kemiringan 2,5% untuk trotoar 2%
  • Lebar pondasi harus cukup sampai dibawah beton pembatas atau penyokong
1.2  Lokasi Titik Awal
  • Titik awal ini penting diperhatikan khususnya lokasi dengantanah miring; pemasangan ini harus berawal dari titik terendah agar paving bloak yang telah terpasang tidak bergeser;
  • Pemasangan secara berurutan yang dimulai dari satu sisi; hindarkan pemasangan secara acak.
1.3  Benang Pembantu
Agar pemasangan bisa dilaksankan secara baik dan cermat, maka perlu ada alat pembantu yaitu benang pembantu. Benang pembantu dapat dipasang setiap jarak 4 m sampai 5 m. Bilamana pada lokasi pemasangan terdapat lubang saluran, bak bunga atau konstruksi lain, maka harus ada benang pembantu tambahan agar pola block terkunci tetap dapat dipertahankan.
Pemasangan Beton Pembatas Dan Beton Penyokong
 Beton pembatas  atau biasa disebut beton kanstin adalah salah satu bagian perkerasan block beton terkunci yang fungsinya menjepit dan menahan lapisan paving block agar tidak tergeser pada waktu menerima beban, sehingga blok tetap saling mengunci. Beton pembatas harus terpasang sebelum penebaran pasir alas. Bentuk beton pembatas bermacam-macam dan proses pembuatannya beraneka-ragam ada yang dari beton pracetak, beton cor ditempat, baik secara manual atau dengan alat slipform. Untuk perkerasan paving blok mutu beton pembatas yang berhubungan dengan jalur lalu lintas  kendaraan minimum fc’ 25,0 MPa. Bilamana digunakan beton pembatas dari beton pracetak, beton pembatas harus dipasang di atas beton penyokong agar terjadi ikatan yang baik antara beton pembatas dan pondasisehingga tidak mudah tergeser. Untuk itu dilakukan hal sebagai berikut :
  1. tebarkan selapis beton penyokong setebal minimum 7 cm;
  2. pasang beton pembatas di atas beton penyokong tersebut sewaktu masih dalam keadaan basah, sehingga ketinggian dan kelurusaan beton pembatas sesuai dengan benang pembantu;
  3. tambahkan adukan beton pada bagian belakang beton pembatas;
  4. setelah beton penyokong dalam keadaan setengah kering, barulah ditimbun dengan tanah, mutu beton penyokong minimum fc’ 17,5 MPA;
  5. beton pembatas sering dikombinasikan dengan tali air  dan mulut air sebagai saluran untuk membuang air hujan; apabila pertemuan antara beton pembatas dan lapisan blok tidak diberi tali air biasanya beton pembatas mudah terkena gesekan  roda kendaraan.Penebaran Pasir Alas
    Pasir alas adalah pasir dengan ketebalan tertentu sebagai alas perletakan paving blok. Pasir alas harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
    1. Butiran pasir alas adalah pasir kasar dengan besar butir maksimum 9,5 mm seperti pasir beton, tajam, keras dan bersih dari lumpur, garam atau kotoran  lain;
    2. Pada saat penebaran harus dalam keadaan kering atau kadar air kurang dari 10% dan bersifat gembur;
    3. Tebal pasir berkisar antara 5 sampai 6 cm dan setelah dipadatkan tidak boleh lebih 5 cm; untuk mendapatkan ketebalan yang seragam, agar menggunakan alat perata yaitu jidar kayu dengan mengikuti rel pembantu dari blok beton yang disusun sejajar memanjang ; selain itu juga dapat digunakan benang pembantu sebagai referensi.
    4. Pasir alas ini tidak boleh digunakan untuk mengisi lubang-lubang  pada pondasi untuk memperbaiki tinggi pondasi;
    5. Lapis atas pondasi di bawah pasir alas harus diratakan dan diperbaiki sebelum penebaran pasir alas dimulai
    6. Untuk jalan dengan lebar kurang dari 3 m, beton pembatas yang dipasang dapat berfungsi sebagai rel pembantu;
    7. Untuk jalan dengan lebar lebih dari 3 m, perataan pasir alas dilaksanakan secara tahap;
    8. Sebaiknya pasir alas diletakkan secara gundukan kecil di daerah lokasi pemasangan agar sewaktu menarik jidar tidak terlalu berat dan dapat memudahkan pelaksanaan;
    9. Pasir alas yang sudah dirataakan dijaga agar tidak terganggu seperti terinjak  atau dipakai menumpuk bahan;
    10. Setiap tahap, luas maksimim adalah 30 mdengan demikian pada sore hari dapat tertutup seluruhnya oleh paving blok;
    11. Untuk pekerjaan yang akan dilanjutkan maka pasir alas disisakan 1 m dari baris terakhir paving blok;
    12. Pasir alas yang belum sempat ditutup oleh paving blok, keesokan harinya agar digemburkan dan diratakan kembali;
    13. volume pasir yang diperlukan sebagai pasir alas setebal 50 mm adalah ± 5 m3 setiap 100 m2paving blok.

       Pemasangan PolaPemasangan baris pertama harus dijaga dengan hati-hati. Untuk membentuk pola yang baik, unit paving blok harus mengikuti benang pembantu dengan sudut yang tepat terhadap beton pembatas. Lubang-lubang pinggir kemudian diisi dengan pemadatan. Bila pemasangan dari dua arah tidak dapat dihindarkan atau karena pola harus dipertahankanpada tikungan, terutama pada penggunaan pola tulang ikan, maka sudut pada pola pertemuan atau perubahan sudut diberi pembatas dengan pola susun bata melintang.Pola Pemasangan Paving BlockPola pemasangan paving block disesuaikan dengan tujuan penggunannya. Pola yang umum dipergunakan ialah susun bata ( strecher) , anyaman tikar ( basket wave ), tulang ikan ( herring bone ), untuk perkerasan jalan diutamakan penggunaan pola tulang ikan karena mempunyai daya penguncian yang lebih baik.
     sumber : dwikusumadpu.wordpress.com

    Paving 1
    paving 2
    paving 3
    paving4
Sumber : http://arsitekdansipil.blogspot.com/2014/06/cara-memasang-paving-block-yang-benar.html

Menyusun Program dan Manajemen Resiko Dalam Proyek

Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk: Penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu. Manajemen risiko tradisional terfokus pada risiko-risiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran, kematian, serta tuntutan hukum. Manajemen risiko keuangan, di sisi lain, terfokus pada risiko yang dapat dikelola dengan menggunakan instrumen-instrumen keuangan.
Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi dan politik. Di sisi lain pelaksanaan manajemen risiko melibatkan segala cara yang tersedia bagi manusia, khususnya, bagi entitas manajemen risiko (manusia, staff, dan organisasi).
Dalam perkembangannya Risiko-risiko yang dibahas dalam manajemen risiko dapat diklasifikasi menjadi
  • Risiko Operasional
  • Risiko Hazard
  • Risiko Finansial
  • Risiko Strategik
Hal ini menimbulkan ide untuk menerapkan pelaksanaan Manajemen Risiko Terintegrasi Korporasi (Enterprise Risk Management).
Manajemen Risiko dimulai dari proses identifikasi risiko, penilaian risiko, mitigasi,monitoring dan evaluasi.
Manajemen Resiko dalam Proyek Konstruksi
Ada banyak definisi tentang resiko, resiko dapat ditafsirkan sebagai bentuk keadaan ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi nantinya (future) dengan keputusan yang diambil berdasarkan berbagai pertimbangan pada saat ini. Manajemen resiko adalah proses pengukuran atau penilaian resiko serta pengembangan strategi pengelolaannya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan resiko kepada pihak lain, menghindari resiko, mengurangi efek negatif resiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi resiko tertentu. Manajemen resiko tradisional terfokus pada resiko-resiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran, kematian serta tuntutan hokum). (Wikipedia).
Adapun Pengertian manajemen resiko menurut beberapa ahli :
  1. Menurut Smith, 1990 Manajemen Resiko didefinisikan sebagai proses identifikasi, pengukuran, dan kontrol keuangan dari sebuah resiko yang mengancam aset dan penghasilan dari sebuah perusahaan atau proyek yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian pada perusahaan tersebut.
  2. Menurut Clough and Sears, 1994, Manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu pendekatan yang komprehensif untuk menangani semua kejadian yang menimbulkan kerugian.
  3. Menurut William, et.al.,1995,p.27 Manajemen risiko juga merupakan suatu aplikasi dari manajemen umum yang mencoba untuk mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab dan akibat dari ketidakpastian pada sebuah organisasi.
  4. Dorfman, 1998, p. 9 Manajemen risiko dikatakan sebagai suatu proses logis dalam usahanya untuk memahami eksposur terhadap suatu kerugian.

Tindakan manajemen resiko diambil oleh para praktisi untuk merespon bermacam-macam resiko. Responden melakukan dua macam tindakan manajemen resiko yaitu mencegah dan memperbaiki. Tindakan mencegah digunakan untuk mengurangi, menghindari, atau mentransfer resiko pada tahap awal proyek konstruksi. Sedangkan tindakan memperbaiki adalah untuk mengurangi efek-efek ketika resiko terjadi atau ketika resiko harus diambil (Shen, 1997).
Manajemen resiko adalah sebuah cara yang sistematis dalam memandang sebuah resiko dan menentukan dengan tepat penanganan resiko tersebut. Ini merupakan sebuah sarana untuk mengidentifikasi sumber dari resiko dan ketidakpastian, dan memperkirakan dampak yang ditimbulkan dan mengembangkan respon yang harus dilakukan untuk menanggapi resiko (Uher,1996).
Pendekatan sistematis mengenai manajemen risiko dibagi menjadi 3 stage utama, yaitu (Soeharto, 1999):
  1. Identifikasi resiko
  2. Analisa dan evaluasi resiko
  3. Respon atau reaksi untuk menanggulangi resiko tersebut
Manfaat Manajemen Risiko
Manfaat yang diperoleh dengan menerapkan manajemen resiko antara lain (Mok et al., 1996) Berguna untuk mengambil keputusan dalam menangani masalah-masalah yang rumit.
– Memudahkan estimasi biaya.
– Memberikan pendapat dan intuisi dalam pembuatan keputusan yang dihasilkan dalam cara yang benar.
– Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk menghadapi resiko dan ketidakpastian dalam keadaan yang nyata.
– Memungkinkan bagi para pembuat keputusan untuk memutuskan berapa banyak informasi yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah.
– Meningkatkan pendekatan sistematis dan logika untuk membuat keputusan.
– Menyediakan pedoman untuk membantu perumusan masalah.
– Memungkinkan analisa yang cermat dari pilihan-pilihan alternatif.
Menurut Darmawi, (2005, p. 11) Manfaat manajemen risiko yang diberikan terhadap perusahaan dapat dibagi dalam 5 (lima) kategori utama yaitu :
a. Manajemen risiko mungkin dapat mencegah perusahaan dari kegagalan.
b. Manajemen risiko menunjang secara langsung peningkatan laba.
c. Manajemen risiko dapat memberikan laba secara tidak langsung.
d. Adanya ketenangan pikiran bagi manajer yang disebabkan oleh adanya perlindungan terhadap risiko murni, merupakan harta non material bagi perusahaan itu.
e. Manajemen risiko melindungi perusahaan dari risiko murni, dan karena kreditur pelanggan dan pemasok lebih menyukai perusahaan yang dilindungi maka secara tidak langsung menolong meningkatkan public image.
Manfaat manajemen risiko dalam perusahaan sangat jelas, maka secara implisit sudah terkandung didalamnya satu atau lebih sasaran yang akan dicapai manajemen risiko antara lain sebagai berikut ini (Darmawi, 2005, p. 13).
a. Survival
b. Kedamaian pikiran
c. Memperkecil biaya
d. Menstabilkan pendapatan perusahaan
e. Memperkecil atau meniadakan gangguan operasi perusahaan
f. Melanjutkan pertumbuhan perusahaan
g. Merumuskan tanggung jawab social perusahaan terhadap karyawan dan masyarakat.
ANALISIS RISIKO
Risiko adalah hal yang tidak akan pernah dapat dihindari pada suatu kegiatan / aktivitas yang idlakukan manusia, termasuk aktivitas proyek pembangunan dan proyek konstyruksi. Karena dalam setiap kegiatan, seperti kegiatan konstruksi, pasti ada berbagai ketidakpastian (uncertainty). Faktor ketidakpastian inilah yang akhirnya menyebabkan timbulnya risiko pada suatu kegiatan. Para ahli mendefinisikan risiko sebagai berikut :
1.    Risiko adalah suatu variasi dari hasil – hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu pada kondisi tertentu (William & Heins, 1985).
2.    Risiko adalah sebuah potensi variasi sebuah hasil (William, Smith, Young, 1995).
3.    Risiko adalah kombinasi probabilita suatu kejadian dengan konsekuensi atau akibatnya (Siahaan, 2007).
Macam Risiko
Risiko adalah buah dari ketidakpastian, dan tentunya ada banyak sekali faktor – faktor ketidakpastian pada sebuah proyek yang tentunya dapat menghasilkan berbagai macam risiko. Risiko dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam menurut karakteristiknya, yaitu lain:
1. Risiko berdasarkan sifat
a. Risiko Spekulatif (Speculative Risk), yaitu risiko yang memang sengaja diadakan, agar dilain pihak dapat diharapkan hal – hal yang menguntungkan. Contoh: Risiko yang disebabkan dalam hutang piutang, membangun proyek, perjudian, menjual produk, dan sebagainya.
b. Risiko Murni (Pure Risk), yaitu risiko yang tidak disengaja, yang jika terjadi dapat menimbulkan kerugian secara tiba – tiba. Contoh : Risiko kebakaran, perampokan, pencurian, dan sebagainya.
2. Risiko berdasarkan dapat tidaknya dialihkan
a. Risiko yang dapat dialihkan, yaitu risiko yang dapat dipertanggungkan sebagai obyek yang terkena risiko kepada perusahaan asuransi dengan membayar sejumlah premi. Dengan demikian kerugian tersebut menjadi tanggungan (beban) perusahaan asuransi.
b. Risiko yang tidak dapat dialihkan, yaitu semua risiko yang termasuk dalam risiko spekulatif yang tidak dapat dipertanggungkan pada perusahaan asuransi.
3. Risiko berdasarkan asal timbulnya
a. Risiko Internal, yaitu risiko yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri.  Misalnya risiko kerusakan peralatan kerja pada proyek karena kesalahan operasi, risiko kecelakaan kerja, risiko mismanagement, dan sebagainya.
b. Risiko Eksternal, yaitu risiko yang berasal dari luar perusahaan atau lingkungan luar perusahaan. Misalnya risiko pencurian, penipuan, fluktuasi harga, perubahan politik, dan sebagainya.
Selain macam – macam risiko diatas, Trieschman, Gustavon, Hoyt, (2001), juga mengemukakan beberapa macam risiko yang lain, diantaranya :
1. Risiko Statis dan Risiko Dinamis (berdasarkan sejauh mana ketidakpastian berubah karena perubahan waktu)
a. Risiko Statis.  Yaitu risiko yang asalnya dari masyarakat yang tidak berubah yang berada dalam keseimbangan stabil. Risiko statis dapat bersifat murni ataupun spekulatif.  Contoh risiko spekulasi statis : Menjalankan bisnis dalam ekonomi stabil.  Contoh risiko murni statis : Ketidakpastian dari terjadinya sambaran petir, angin topan, dan kematian secara acak (secara random).
b. Risiko Dinamis. Risiko yang timbul karena terjadi perubahan dalam masyarakat. Risiko dinamis dapat bersifat murni ataupun spekulatif. Contoh sumber risiko dinamis : urbanisasi, perkembangan teknologi, dan perubahan undang – undang atau perubahan peraturan pemerintah.
2. Risiko Subyektif dan Risiko Obyektif
a. Risiko Subyektif
Risiko yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang yang mengalami ragu – ragu atau cemas akan terjadinya kejadian tertentu.
b. Risiko Obyektif
Probabilita penyimpangan aktual dari yang diharapkan (dari rata – rata) sesuai pengalaman.

Manajemen Risiko
Untuk dapat menanggulangi semua risiko yang mungkin terjadi, diperlukan sebuah proses yang dinamakan sebagai manajemen risiko. Adapun beberapa definisi manajemen risiko dari berbagai literatur yang didapat, antara lain :
a. Manajemen risiko merupakan proses formal dimana faktor – faktor risiko secara sistematis diidentifikasi, diukur, dan dicari
b. Manajemen risiko merupakan metoda penanganan sistematis formal dimana dikonsentrasikan pada pengientifikasian dan pengontrolan peristiwa atau kejadian yang memiliki kemungkinan perubahan yang tidak diinginkan.
c. Manajemen risiko, dalam konteks proyek, adalah seni dan pengetahuan dalam mengidentifikasi, menganalisa, dan menjawab faktor – faktor risiko sepanjang masa proyek.
Tabel  1. Definisi manajemen risiko
Definisi Manajemen RisikoSumber Referensi
Manajemen risiko merupakan pengenalan, pengukuran, dan perlakuan terhadap kerugian dari kemungkinan kecelakaan yang munculWilliams dan Heins, 1985 
Manajemen risiko merupakan sebuah proses untuk mengidentifikasi terjadinya kerugian yang dialami oleh suatu organisasi dan memilih teknik yang paling tepat untuk menangani kejadian tersebutRedja, 2008 
Manajemen risiko adalah sebuah proses formal untuk mengidentifikasi, menganalisa, dan merespon sebuah risiko secara sistematis, sepanjang jalannya proyek, untuk mendapatkan tingkatan tertinggi atau yang bias diterima, dalam hal mengeliminasi risiko atau kontrol risikoAl Bahar dan Crandall, 1990 
Manajemen risiko merupakan suatu aplikasi dari manajemen umum yang mencoba untuk mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab dan akibat dari ketidakpastian pada sebuah organisasiWilliams, Smith, Young, 1995 
Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa tahapan dalam manajemen risiko. Terdapat beberapa ahli yang mengemukakan pendapat mengenai tahapan – tahapan dalam manajemen risiko. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel  2. Tahapan manajemen risiko
Tahapan Manajemen RisikoSumber Referensi 
a. Identifikasi risikob. Menafsir kerugian yang dapat terjadi (menentukan probabilitas dan dampaknya)
c. Menangani risiko
d. Pengimplementasian
e. Memonitor dan mengevaluasi pengimplementasiannya

Williams dan Heins, 1985 
a. Identifikasi misib. Menafsir risiko dan ketidakpastian
c. Mengontrol risiko
d. Membiayai risiko
e. Pengadministrasian program

Williams, Smith, Young, 1995 
a. Identifikasi risikob. Evaluasi risiko
c. Memilih teknik manajemen risiko
d. Mengimplementasikan dan meninjau kembali keputusan yang dibuat

Trieschmann, Gustavon, Hoyt, 1995 
a. Menafsir risikob. Menganalisa risiko (menentukan probabilitas dan konsekuensinya)
c. Menangani risiko
d. Mendokumentasikan proses manajemen risiko

Kerzner, 1995 
a. Mengidentifikasi kerugianb. Menganalisa kerugian
c. Memilih teknik pengangan yang tepat (mengontrol risiko dan membiayai risiko)
d. Mengimplementasikan dan memonitor program manajemen risiko

Redja, 2008 
a. Mengidentifikasi risikob. Menafsir dan menganalisa risiko
c. Mengontrol risiko

Loosemore, Raftery, Reilly, Higgon, 2006 
a. Identifikasi risikob. Analisa risiko dan proses evaluasi
c. Respon manajemen
d. Administrasi sistem

Al Bahar dan Crandall, 1990 
Selanjutnya, dalam penelitian ini akan dipakai tahapan – tahapan manajemen risiko yang dikemukakan oleh Al Bahar dan Crandall (1990), dengan sedikit modifikasi, sehingga menjadi sebagai berikut :
1. Identifikasi dan Analisa Risiko
2. Respon manajemen
3. Administrasi system.
Identifikasi dan Analisa Risiko
Tahapan pertama dalam proses manajemen risiko adalah tahap identifikasi risiko. Identifikasi risiko merupakan suatu proses yang secara sistematis dan terus menerus dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan timbulnya risiko atau kerugian terhadap kekayaan, hutang, dan personil perusahaan. Proses identifikasi risiko ini mungkin adalah proses yang terpenting, karena dari proses inilah, semua risiko yang ada atau yang mungkin terjadi pada suatu proyek, harus diidentifikasi.
Adapun proses identifikasi harus dilakukan secara cermat dan komprehensif, sehingga tidak ada risiko yang terlewatkan atau tidak teridentifikasi.  Dalam pelaksanaannya, identifikasi risiko dapat dilakukan dengan beberapa teknik, antara lain:
a.    Brainstorming
b.    Questionnaire
c.    Industry benchmarking
d.    Scenario analysis
e.    Risk assessment workshop
f.     Incident investigation
g.    Auditing
h.    Inspection
i.     Checklist
j.     HAZOP (Hazard and Operability Studies)
k.    dan sebagainya
Adapun cara – cara pelaksanaan identifikasi risiko secara nyata dalam sebuah proyek, adalah :
1.    Membuat daftar bisnis yang dapat menimbulkan kerugian.
2.    Membuat checklist kerugian potensial. Dalam checklist ini dibuat daftar kerugian dan peringkat kerugian yang terjadi.
3.    Membuat klasifikasi kerugian.
a. Kerugian atas kekayaan (property).
•    Kekayaan langsung yang dihubungkan dengan kebutuhan untuk mengganti kekayaan yang hilang atau rusak.
•    Kekayaan yang tidak langsung, misalnya penurunan permintaan, image perusahaan, dan sebagainya.
b. Kerugian atas hutang piutang, karena kerusakan kekayaan atau cideranya pribadi orang lain.
c. Kerugian atas personil perusahaan. Misalnya akibat kematian, ketidakmampuan, usia tua, pengangguran, sakit, dan sebagainya.
Dalam mengidentifikasi risiko, beberapa ahli membaginya menjadi beberapa kategori, diantaranya :
Tabel 3.  Kategori risiko
Kategori RisikoSumber Referensi
a. Risiko eksternalb. Risiko internal
c. Risiko teknis
d. Risiko legal

Kerzner, 1995 
a. Risiko yang berhubungan dengan konstruksib. Risiko fisik
c. Risiko kontraktual dan legal
d. Risiko pelaksanaan
e. Risiko ekonomi
f. Risiko politik dan umum

Fisk, 1997 
a. Risiko finansialb. Risiko legal
c. Risiko manajemen
d. Risiko pasar
e. Risiko politik dan kebijakan
f. Risiko teknis

Shen, Wu, Ng, 2001 
a. Risiko teknologib. Risiko manusia
c. Risiko lingkungan
d. Risiko komersial dan legal
e. Risiko manajemen
f. Risiko ekonomi dan finansial
g. Risiko partner bisnis
h. Risiko politik

Loosemore, Raftery, Reilly, Higgon, 2006 
a. Risiko finansial dan ekonomib. Risiko desain
c. Risiko politik dan lingkungan
d. Risiko yang berhubungan dengan konstruksi
e. Risiko fisik
f. Risiko bencana alam

Al Bahar dan Crandall, 1990 
Respon Manajemen
Setelah risiko – risiko yang mungkin terjadi diidentifikasi dan dianalisa, kontraktor akan mulai memformulasikan strategi penanganan risiko yang tepat. Strategi ini didasarkan kepada sifat dan dampak potensial / konsekuensi dari risiko itu sendiri. Adapun tujuan dari strategi ini adalah untuk memindahkan dampak potensial risiko sebanyak mungkin dan meningkatkan kontrol terhadap risiko.
Ada lima strategi alternatif untuk menangani risiko, yaitu :
1. Menghindari risiko
2. Mencegah risiko dan mengurangi kerugian
3. Meretensi risiko
4. Mentransfer risiko
5. Asuransi
1.  Menghindari risiko
Menghindari risiko merupakan strategi yang sangat penting, strategi ini merupakan strategi yang umum digunakan untuk menangani  risiko. Dengan menghindari risiko, kontraktor dapat mengetahui bahwa perusahaannya tidak akan mengalami kerugian akibat risiko yang telah ditafsir. Di sisi lain, kontraktor juga akan kehilangan sebuah peluang untuk mendapatkan keuntungan yang mungkin didapatkan dari asumsi risiko tersebut.
Contohnya : seorang kontraktor yang ingin menghindari risiko politik dan finansial berkaitan dengan proyek pada negara dengan kondisi politik yang tidak stabil, dapat menolak melakukan tender proyek pada negara tersebut. Namun demikian, apabila kontraktor tersebut menolak untuk melakukan tender, maka kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan dari proyek tersebut juga ikut menghilang.
2.  Mencegah risiko dan mengurangi kerugian
Alternatif strategi yang kedua adalah mencegah risiko dan mengurangi kerugian. Strategi ini secara langsung mengurangi potensi risiko kontraktor dengan 2 cara, yaitu :
1.   Mengurangi kemungkinan terjadinya risiko.
2.   Mengurangi dampak finansial dari risiko, apabila risiko tersebut benar – benar terjadi.
Contohnya : pemasangan alarm atau alat anti – maling pada peralatan di
proyek, akan mengurangi kemungkinan terjadinya pencurian. Sebuah gedung yang dilengkapi dengan sprinkler system, akan mengurangi dampak finansial, apabila gedung tersebut mengalami kebakaran.
3.  Meretensi risiko
Retensi risiko telah menjadi aspek penting dari manajemen risiko ketika perusahaan menghadapi risiko proyek. Retensi risiko adalah perkiraan secara internal, baik secara utuh maupun sebagian, dari dampak finansial suatu risiko yang akan dialami oleh perusahaan. Dalam mengadopsi strategi retensi risiko ini, perlu dibedakan antara 2 jenis retensi yang berbeda.
1.   Retensi risiko yang terencana (planned) adalah  asumsi yang secara sadar dan sengaja dilakukan oleh kontraktor untuk mengenali atau mengidentifikasi risiko. Dengan strategi seperti itu, risiko dapat ditahan dengan berbagai cara, tergantung pada filosofi, kebutuhan khusus, dan juga kapabilitas finansial dari kontraktor itu sendiri.
2.   Retensi risiko yang tidak terencana (unplanned) terjadi ketika kontraktor tidak mengenali atau mengidentifikasi kberadaan dari suatu risiko dan secara tidak sadar mengasumsi kerugian yang akan muncul.

4.  Mentransfer risiko
Pada dasarnya, transfer risiko dapat dilakukan, melalui negosiasi, kapanpun kontraktor menjalani perencanaan kontraktual dengan banyak pihak seperti pemilik, subkontraktor ataupun supplier material dan peralatan. Transfer risiko bukanlah asuransi. Biasanya, transfer risiko ini dilakukan melalui syarat atau pasal – pasal dalam kontrak seperti : hold – harmless aggrement dan klausul jaminan atau penyesuaian kontrak. Karakeristik esensial dari transfer risiko ini adalah dampak dari suatu risiko, apabila risiko tersebut benar – benar terjadi, ditanggung bersama atau ditanggung secara utuh oleh pihak lain selain kontraktor.
Contohnya : penyesuaian pada harga penawaran, dimana kompensasi ekstra akan diberikan kepada kontraktor apabila terjadi perbedaan kondisi tanah pada suatu proyek.

5.  Asuransi
Asuransi menjadi bagian penting dari program manajemen risiko, baik untuk sebuah organisasi ataupun untuk individu. Asuransi juga termasuk di dalam strategi transfer risiko, dimana pihak asuransi setuju untuk menerima beban finansial yang muncul dari adanya kerugian. Secara formal, asuransi dapat didefinisikan sebagai kontrak persetujuan antara 2 pihak yang terkait yaitu : pengasuransi (insured) dan pihak asuransi (insurer). Dengan adanya persetujuan tersebut, pihak asuransi (insurer) setuju untuk mengganti rugi kerugian yang terjadi (seperti yang tercantum dalam  kontrak) dengan balasan, pengasuransi (insured) harus membayar sejumlah premi tiap periodenya.

Administrasi sistem
Administrasi sistem adalah tahapan terakhir dari program manajemen risiko. Manajer risiko harus mengandalkan kemampuan manajerialnya untuk mengkoordinasi, mengarahkan, mengorganisasi, memotivasi, memfasilitasi dan menjalankan organisasi menuju rencana penanganan risiko yang rasional dan terintegrasi. Menurut William, Smith, Young (1995),  ada 5 hal manajerial penting  yang dihadapi oleh seorang manajer risiko, yaitu :
1.   Tantangan untuk menyusun prosedur dan kebijakan manajemen risiko.
2.   Pengkomunikasian risiko, baik secara organisasi maupun personal.
3.   Manajemen kontrak dan kontrak portfolio.
4.   Pengawasan klaim.
5.   Proses mengkaji ulang, memonitor, dan mengevaluasi program manajemen risiko.

1.  Kebijakan dan prosedur
Proses manajemen risiko harus dilakukan oleh semua pihak dalam suatu organisasi. Namun, dengan demikian banyaknya pihak yang terlibat, akan sangat mudah untuk terjadinya miskomunikasi. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah kebijakan dan prosedur pelaksanaan proses manajemen risiko yang formal, yang sesuai dengan misi atau tujuan dari program manajemen risiko dan sejalan dengan misi organisasi tersebut.
Menurut William, Smith, Young (1995), untuk menyusun kebijakan dan prosedur program manajemen risiko tersbut, dibutuhkan beberapa tahapan, yaitu :
1.   Statement kebijakan manajemen risiko
Perusahaan harus menyusun statement kebijakan manajemen risiko yang berisi tentang misi dan tujuan dari program manajemen risiko.
2.   Organisasi
Perusahaan sebaiknya menyusun sebuah organisasi atau departemen khusus, yang menangani masalah manajemen risiko.
3.   Manual (rencana kegiatan)
Perusahaan sedianya menyiapkan rencana kegiatan operasional manajemen risiko, yang menjelaskan mengenai prosedur, metode, dan juga kegiatan – kegiatan yang akan dilakukan untuk program manajemen risiko.




2.  Manajemen informasi
Supaya proses manajemen risiko dapat berlajan secara lancar, proses pengkomunikasian risiko yang terjadi pada suatu proyek, harus dilakukan dengan lancar pula. Karena pentingnya informasi risiko ini, maka manajemen informasi juga berperan sangat penting untuk kelangsungan proses manajemen risiko. Manajemen informasi dapat digunakan sebagai basis dari segala buku text mengenai komunikasi dalam organisasi. Ruang lingkup manajemen informasi pada program manajemen risiko :
1.   Komunikasi risiko
Proses pengkomunikasian informasi (dalam hal ini, risiko) yang mengalir dari dan menuju ke manajer risiko.
2.   Sistem informasi manajemen risiko
Penggunaan teknologi masa kini yang dapat membantu jalannya proses manajemen informasi dalam rangka melakukan manajemen risiko pada suatu proyek.
3.   Proses pelaporan manajemen risiko
Isi dan bentuk formal dari proses pelaporan risiko yang dilakukan oleh pihak – pihak yang terkait dalam proses manajemen risiko.
4.   Sistem alokasi sumber daya
Mekanisme pembiayaan proses manajemen risiko.
3.  Manajemen kontrak
Dalam pelaksanaannya, manajemen risiko juga membutuhkan system manajemen kontrak, yaitu suatu proses untuk mengatur semua perkara mengenai kontrak, seperti : penawaran, asuransi, dan sebagainya. William, Smith, Young (1995), memaparkan bahwa, manajemen kontrak
harus dapat menguasai atau menangani, setidaknya 4 hal, yaitu :
1.   Mengatur hubungan dan kontrak – kontrak dengan agen asuransi dan broker.
2.   Mempersiapkan dokumen atau kontrak penawaran untuk layanan jasa pihak ketiga.
3.   Mengatur dokumen dan sertifikat asuransi.
4.   Memberikan garansi atau menjamin rencana pembiayaan risiko dengan pihak ke tiga.

4.  Pengawasan klaim
Seorang manajer risiko, juga harus dapat berperan dalam manajemen atau pengawasan klaim. Apabila suatu kejadian yang tidak diinginkan terjadi pada suatu proyek, dan pihak kontraktor mengajukan klaim pada perusahaan asuransi, manajer risiko mempunyai tanggungjawab untuk bernegosiasi dengan utusan dari pihak asuransi dan mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan klaim tersebut.
Ada beberapa macam klaim yang harus ditangani oleh manajer risiko, antara lain :
1.   Klaim yang berkaitan dengan properti
Klaim yang terjadi apabila ada suatu kerugian pada suatu proyek dan kontraktor mengajukan klaim pada pihak asuransi.
2.   Klaim pertanggungjawaban atau klaim dari pihak ketiga
Klaim yang terjadi akibat kecelakaan yang dialami oleh pihak ketiga (misalnya : konsumen jatuh di tempat parkir yang licin).
3.   Klaim yang berkaitan dengan sumber daya manusia
Klaim yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan pekerja dalam sebuah perusahaan.
5.  Memonitor dan mengkaji ulang program
Untuk mengetahui seberapa berhasil, manajemen risiko yang telah dijalankan, perlu dilakukan suatu proses untuk memonitor dan mengkaji ulang program manajemen risiko yang telah dijalankan. Dengan adanya proses pemantauan dan penkajian ulang ini, kontraktor dapat mengetahui sejauh manaproses manajemen risiko yang telah dijalankan. Selain itu, dengan proses tersebut, kontraktor dapat melihat kesalahan – keslahan atau kekurangan – kekurangan yang terjadi selama proses manajemen risiko, sehingga kontraktor dapat memperbaiki kekurangannya dan tidak melakukan kesalahan untuk yang kedua kalinya.
Untuk melakukan proses pemantuan kegiatan manajemen risiko, beberapa hal harus dilakukan :
1.   Pemantauan secara terus – menerus
Pemantauan akan proses manajemen risiko yang dijalankan harus dilakukan secara terus – menerus, sehingga terdapat kesinambungan antara data – data yang didapatkan.
2.   Audit program
Proses audit program manajemen risiko harus dijalankan untuk memverifikasi sistem pemantauan dan pelaporan berkala. Audit program dapat digunakan sebagai evaluasi untuk manajer risiko dan fungsi manajemen risiko, serta menyediakan masukan yang obyektif untuk pengembangan program.
Risiko Kegiatan Pembangunan Perumahan
Resiko adalah bagian penting dari sebuah pelaksanaan terhadap manajemen resiko karena resiko adalah obyek yang menjadi akar teori dan permasalahan yang digunakan untuk mengembangkan teknik-teknik dan analisa dalam menanggulangi resiko itu sendiri. Persepsi dan definisi terhadap resiko berbeda-beda tergantung dari kepercayaan seseorang, kelakuan penilaian dan perasaan dan juga termasuk faktor-faktor pendukung antara lain: latar belakang pendidikan, pengalaman praktis di lapangan, karakterisitik individu, kejelasan informasi, dan pengaruh lingkungan sekitar.
Manajemen resiko adalah sebuah cara yang sistematis dalam memandang sebuah resiko dan menentukan dengan tepat penanganan resiko tersebut. Ini merupakan sebuah sarana untuk mengidentifikasi sumber dari resiko dan ketidakpastian, memperkirakan dampak yang ditimbulkan dan mengembangkan respon yang harus dilakukan untuk menanggapi resiko.
Rumah sehat sederhana adalah tempat kediaman yang layak dihuni, yang dibangun menggunakan bahan bangunan dan konstruksi sederhana akan tetapi masih memenuhi standar kebutuhan minimal dari aspek kesehatan, keamanan, dan kenyamanan, dengan mempertimbangkan dan memanfaatkan potensi local meliputi potensi fisik seperti bahan bangunan, geologis, dan iklim setempat serta potensi sosial budaya seperti arsitektur lokal, dan cara hidup dan harganya terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah atau sedang (Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Republik Indonesia, 2002).


Pendekatan sistematis mengenai manajemen resiko terdiri dari :
1. Identifikasi Resiko
Langkah yang utama dan paling penting dalam menghadapi resiko adalah dengan mengidentifikasikannya. Banyak pembuat keputusan meyakini bahwa prinsip yang baik dalam manajemen resiko berasal dari tahap identifikasi  daripada tahap analisa. Hal ini dikarenakan identifikasi resiko mencakup perincian pemeriksaan strategi proyek, melalui resiko potensial mana yang bisa ditemukan dan kemungkinan disusunnya respon.
2. Dampak dan Frekuensi
Untuk mengetahui seberapa besar dampak dan frekuensi dari identifikasi resiko, yang harus dilakukan adalah dengan pengumpulan data untuk proses manajemen risiko. Data bisa diperoleh melalui database perusahaan, namun apabila tidak bisa didapat dari database, bisa juga diambil dari pengalaman masa lalu.
Data yang diambil merupakan sebuah asumsi prosentase atas sebuah resiko yang dapat terjadi dalam sebuah item pekerjaan yang diangggap beresiko.
Hal ini bertujuan untuk menentukan seberapa besar dampak yang dapat diakibatkan dan mengetahui frekuensi terjadinya resiko yang telah teridentifikasi tersebut.
3. Penanganan Resiko
Penanganan resiko adalah elemen terakhir dalam pendekatan manajemen resiko berupa sebuah atau serangkaian tindakan yang menjadi bagian dari para pembuat keputusan untuk menangani segala resiko yang ada. Berbagai cara penanganan yang mungkin dilakukan oleh kontraktor rumah sehat sederhana adalah:
▪     Asuransi
▪     Menunda proyek
▪     Menentukan klausa akan penambahan atau kompensasi di kontrak pembayaran
▪     Menentukan sistem rekruitmen dan seleksi pekerja
▪     Membuat jadwal dan biaya dalam plan and control yang jelas dan sesuai
▪     Memasukkan klausa yang sesuai dalam tingkat suku bunga, tingkat inflasi dan keterlambatan untuk rencana kontingensi di dalam kontrak
▪  Mengadopsi program safety control, manajemen sistem, pengawasan dan pencegahan yang sesuai
▪     Memasukkan kondisi di dalam kontrak untuk tingkat polusi, dan sebagainya
▪     Mengalihkan pekerjaan ke subkontraktor
▪     Menyediakan/stok kebutuhan material terlebih dahulu dan menyimpannya
▪     Memperbaiki segala kerusakan atas komplain yang diterima.
Contoh kasus Manajemen Proyek dan Resiko
1. Perusahaan memutuskan untuk tidak menambah utang baru untuk membangun kembali gedung yang terbakar berserta asetnya, namun menerbitkan saham baru. Penerbitan saham baru ini tidaklah murah karena perusahaan harus mengeluarkan underwriting fees. Skenario lain yang mungkin muncul adalah pada saat yang sama, perusahaan sebenarnya memiliki sebuah proyek investasi yang sangat prospektif dan membutuhkan dana misalnya 2 triliun rupiah, yang kebetulan persis sebesar kerugian akibat kebakaran tersebut. Seandainya perusahaan tidak memiliki uang di atas jumlah itu, dana sebesar 2 triliun itu harus digunakan untuk membangun kembali pabrik dan asetnya, akibatnya proyek investasi baru itu harus didanai dari sumber lain seperti utang baru atau penerbitan saham baru.
2. Di Indonesia belum ada Ahli hukum kontrak bidang konstruksi, dilain pihak pembayaran Ahli hukum kontrak konstruksi dari luar negeri sangat mahal, sementara yang dilakukan pemerintah adalah dengan menunjuk Tim Pengganti ahli hukum kontrak konstruksi yang anggotanya terdiri dari pejabat-pejabat yang dipandang menguasai hukum kontrak konstruksi.
Sertifikat tanda mengikuti Diklat Nasional Perikatan Hukum Kontrak & Manajemen Proyek ini minimal dapat dijadikan salah satu syarat untuk diangkat sebagai anggota Tim Pengganti Ahli Hukum Konstruksi di Instansinya masing – masing.
3. Manajemen risiko yang efektif juga mengurangi kemungkinan financial distress, yaitu keadaan di mana perusahaan mengalami kesulitan yang serius untuk memenuhi kewajibannya, baik bunga maupun pokok pinjaman. Misalkan perusahaan sepatu di atas tidak melakukan asuransi terhadap potensi kebakaran pabrik, perusahaan harus membangun kembali pabrik beserta aset di dalamnya dengan dana yang diusahakannya sendiri. Apabila kas perusahaan ternyata tidak cukup untuk itu, perusahaan terpaksa harus meminjam dari lembaga keuangan seperti bank. Pinjaman yang bertambah meningkatkan potensi financial distress perusahaan. Oleh karena itu, manajemen risiko yang efektif dapat mengurangi kemungkinan ini.
Sumber : https://amrigunasti.wordpress.com/2011/01/11/lingkup-manajemen-proyek/